MAKNA KATA CROT

Barangkali
ada diantara Anda yang lebih paham mengenai hal ini, silahkan untuk mengikuti
diskusi yang menarik ini........he..he..he..he..he
Diskusi
ini berawal dari salah satu komentar Afnan Hidaya Co’minx di status facebook
saya, ia menulis dalam komentarnya begini: Semua tergantung kemampuan.
Saya
balas komentarnya: Kalau soal kemampuan, minta urut mak erot, dijamin mampu....ha..ha..ha..ha..ha
Afnan:
Lambemu (bibirmu) crut........kekekekekekek
Saya:
Kalau “crut” itu alirannya kurang terasa karena lemah, yang lebih hebat dan
terasa sampai ke tulang sum-sum itu “crot”....wkwkwkwk
Ditengah-tengah
kami sendang asyik balas membalas komentar, datanglah seorang perempuan cantik
dan lugu, sebut saja namanya Ana Faicah, ia menulis dalam komentarnya begini: Waduh
Parahhhhhhh...........
Saya
balas komentarnya: Pemaknaan kata crut dan crot bagi orang-orang yang belum
sampai maqomnya kadang dianggap berlebihan atau parah, padahal crut dan crot
itu asal muasal dari sebab kehidupan di dunia......ha..ha..ha..ha..ha. Betul
begitukan Afnan Hidayat Co’minx???
Oh
ya perlu Anda diketahui, bahwa Afnan Hidayat merupakan seorang kawan lama saya
sewaktu menumpuh pendidikan S1 jurusan Filsafat. Dengan mantap dan yakin ia menimpali
komentar saya layaknya seorang filsuf ternama di era Yunani Kuno, begini isi
komentarnya: Itulah hebatnya orang yang berpetualang di dunia filsafat yang
mendekati nilai-nilai kesufian. Selalu berbicara etika dan estetika.....melihat
orang telanjangpun tidak akan tergoda, bahkan bisa menjadi syair yang
indah.......
Karena
membaca komentar Afnan Hidayat, seketika itu juga pikiranku menerawang jauh nan
disana, terbayang sosok Afnan Hidayat sedang telanjang bulat, tentu saja aku
membacanya sambil tertawa geli, jijik dan enggilani pool, oleh karena itulah
aku balas komentarnya dengan nada bercanda: Kalau melihat Afnan Hidayat
telanjang ya jelas saya nggak nafsu, apalagi tergoda.....aku ini masih normal
meng.....wkwkwkwk
Ana
Faichah bertanya dan mungkin bisa dikatakan ia sedang menguji kemampuan saya,
karena saya tau ia seorang wanita yang chafidzoh (hafal al-Qur’an). Perlu Anda
ketahui juga, bahwa ia merupakan teman lama saya sewaktu di pondok pesantren di
daerah Jombang. Begini pertanyaannya: Memang
ada dalam al-Qur’an kata-kata itu.....xixixixi
Saya
menjawab: Kata “crut” dan “crot” itu termasuk katagori “bil ghoibi”, samar
adanya, namun wajid dipercaya.....wkwkwkwk
Ana
Faichah ini termasuk wanita yang saya kenal smart, jadi saya tidak heran kalau ia
sangat pandai memberikan kesimpulan atas jawaban saya, begini kesimpulannya: Ghoib,
tapi nyata adanya....he..he..he..he
Afnan
Hidayat: Intinya ngeri-ngeri sedap, bisa menjerumuskan dan juga menambah
pahala
Sayapun
memberikan kata penutup sebagai tanda berakhirnya diskusi panjang dan
melelahkan ini, begini kata-katanya: Crut dan Crot juga bisa bikin merem
melek bagi mereka yang merasakannya............
Lalu
kalau menurut Anda kira-kira apa makna yang pantas bagi kata crut dan crot???
Monggo dijawab sesuai keahlian dibidangnya masing-masing dan tidak menutup
kemungkinan diskusi ini kita buka kembali...he..he..he..he..he..he.
Kalau
membaca isi diskusi diatas, mungkin sebagian dari Anda berpikir bahwa isi
diskusinya hanya sekedar bercanda tanpa ada makna, tidak ada hal yang menarik
dan berbobot di dalamnya. Tapi bagi saya pribadi diskusi ini cukup menarik, hal
ini mengingatkan saya atas QS. Al-Hujurat 13: Hai manusia, sesungguhnya Kami
menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan
kamu berbangsa-bangsa dan bersuku -suku supaya kamu saling kenal-mengenal.
Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang
yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Mengenal...
Nah,
apakah ayat Al Hujurat 13 gampang diterapkan? mengingat setiap suku mempunyai
kebudayaan, bahasa dan logat yang bila kita tak mau saling mengenal bahan
budaya ini, pasti akan mudah terjadi salah paham karena ada kesalahan
pembahasan.
Faktanya,
dengan istilah yang sama, ternyata walau satu region akan terjadi perbedaan
makna. Ambil contoh kata " ditiliki ". Ditiliki bagi orang Malang
bermakna dicicipi (lidah). Tetapi bagi orang Jawa tengah bermakna dilihat (mata).
Walau keduanya berumpun ke maksud "diperiksa". Misalnya, saya asli
Malang Jawa Timur, istri Semarang jawa Tengah. Suatu saat tiba - tiba mertua
teriak "hib...tuh anakmu di belakang lagi be'ol...mbok ya ditiliki
duluuuu...dari tadi panggil-panggil kamu..."
Nah
lho!!!!
Lha
kalau saya hanya mengikuti bahan pengetahuan pribadi tanpa ada kemauan mengenal
bahasa orang lain, apa hal sepele semacam ini bukannya tidak mungkin menjadi
perpecahan rumah tangga? Dari hal-hal salah paham akan penggunaan bahasa inilah
yang sering menjadikan perpecahan dalam urusan takwa. Padahal takwa adalah
urusan takut kepada Allah, bukannya menakut-nakuti orang lain. Apalagi
mengkafirkan dan mensesatkan yang lain.
Persoalan
budaya bila kita tak mau mengamalkan ayat al-Hujurat 13 kadang membuat manusia
menjadi orang-orang stereotype, apriori dan sinis. Misalnya, dan yang paling
krusial baru-baru ini ada istilah Islam Nusantara. Pada umumnya orang yang
ingin memurnikan ajaran Islam akan menghakimi istilah ini. Padahal nalar
sederhananya adanya istilah tersebut karena sebuah landasan ayat al-Hujarat 13
tadi. Dengan kata lain Islam mewajibkan mengenal budaya setempat dimana
seseorang akan berdakwah.
Yang
lucu juga kita menganggap Islam Nusantara diajarkan oleh wali tanah Jawa alias
wali songo. Padahal wali songo sendiri berasal dari keturunan Cina dan jazirah
Arab (kecuali Sunan Kalijogo). Pointnya, para wali tidak mungkin mengajarkan
kenusantaraan karena para beliau bukan orang nusantara. Dan tidak pula
memaksakan Kearaban atau Kecinaannya. Yang ada hanyalah keislaman yang
ditanamkan dan disesuaikan tanah yang dipijak.
Jadi
di sinilah letak kebesaran walisongo karena mau menjadi Jawa agar kelak orang
menganggap Islam ya Jawa, jawa ya Islam. Alias Islam bukanlah hal asing.
Terbukti orang yang lahir di Jawa rata-rata otomatis mulai kecil merasa dirinya
Islam, bukan agama lain. Yang masih sering terjadi Ketika seorang berdakwah
dengan cara Jawa, pasti dianggap ajaran Kejawen, bukan Islam murni. Lha tapi
ketika pengkritiknya diajak bahasa Arab full supaya lebih terlihat Islami,
ndhilalah ternyata juga nggak ngerti. Dan juga apakah jaman dulu ada bahasa
Indonesia? Gak ada kan? Nah, serba salah kan ?
Haduh...begitu
rumitnya beragama....sampai-sampai sholat yang intinya adalah
shilatun-sambungnya tali hati kepada Allah menjadi tali rumit yang tak jelas
sambungannya. Apa kerumitan ini karena kebanyakan buat mentali-ikat berbagai
macam ilmu tadi ya????